Minggu, 20 November 2016

Contoh Makalah Pemberantasan Penyakit Menular



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kesehatan merupakan bagian dalam kehidupan manusia yang sangat penting untuk meningkatkan derajat kehidupan setiap individu namun masih begitu banyak yang mengalami sakit. Menurut Ahli WHO Sehat adalah kondisi normal seseorang yang merupakan hak hidupnya. Sehat berhubungan dengan hukum alam yang mengatur tubuh, jiwa, dan lingkungan berupa udara segar, sinar matahari, diet seimbang, bekerja, istirahat, tidur, santai, kebersihan serta pikiran, kebiasaan dan gaya hidup yang baik.
Tuberculosis (TBC) merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar di seluruh dunia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, bahkan pada tahun 1993 WHO mencanangkan TBC sebagai kedaruratan global (global emergency ). Berdasarkan data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, TBC merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam penyakit kelompok infeksi. Data WHO (1999) menunjukkan bahwa Indonesia menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara penyumbang kasus TBC tertinggi setelah India dan China, dan posisi ini belum berubah sampai akhir tahun 2005.
Mengigat bahaya dan keganasan rabies terhadap kesehatan dan ketentraman hidup masyarakat, maka usahapengendalian penyakit berupa pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan perlu dilaksanakan seintensif mungkin. Untuk melaksanakan haltersebutperlu adanya pedoman umum bagipara petugas Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian dan Departemen Dalam Negeri
.           Rabies adalah penyakit menular yang akut darisusunan syaraf pusat yang dapat menyerang hewan berdarah panas dan manusiayang disebabkan oleh vrus rabies. Bahaya rabies berupa kematian gangguan ketentraman hidup masyarakat.Hewansepertianjing, kucing dan kera yang menderita rabies akan menjadi ganas dan biasanya cenderung menyerang atau menggigit manusia. Penderita rabies sekali gejala klinis timbulnya diakhiri dengan kematian. Terhadap bahaya rabies termaksud diatas akan mengakibatkan timbulnya rasa cemas atau rasa takut baik terhadap orang yang digigit maupun masyarakat pada umumnya. Padahewan yang menderita penyakitinibi asanya ditemukan virus dengan konsentrasi tinggi pada air ludahnya, oleh karena itu penularan umumnya melaluisuatu luka gigitan. Infeksi rabies pada hewan ditandai dengan mencari tempat yang dingin diikuti dengan sikap curiga dan menyerang apa saja yang ada disekitarnya, hipersalivasi, paralisa danmati. Sedangkan gejala rabies pada manusia yang menyolok berupa rasa takut air (hydrophobia) dan gejala-gejala encephalitis.Sehubungan dengan adanya penyakitinipemerintah mengelperaturan khusus pada tahun 1926 yang disebut ordonansirabies (HondsholOrdonantie, Staatsblad No. 451, 1926) dan peraiuran pelaksananya yaitu (staatsblad No. 452, 1926) yang bertujuan mencegah perluasan rabies. Selanjutnya ordonansitersebut mengalami perubahan-perubahan atau penambahan yang disesuaikan dengan perkembangan pada waktu itu. Namun demikian rabies terus berjangkit sampaisekarang malah ada tendensisemakin meningkat dan meluas.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah penyakit Tuberkulosis?
2.      Bagaimana gambaran program penyakit Tuberkulosis diindonesia?
3.      Bagaimana gamabran program penyakit Tuberkulosis di Sulawesi utara?
4.      Seperti apakah peran imunisasi dan karantina Tubekulosis dalam P2M?
5.      Bagaimanakah penyakit Rabies?
6.      Bagaimana gambaran program penyakit Rabies di Indonesia?
7.      Bagaimana gambaran program penyakit Rabies di Sulawesi utara?
8.      Seperti apakah peran imunisasi dan karantina  dalam P2M?
9.      Bagaiamanakah penyakit Diare?
10.  Bagaimana gambaran program penyakit Diare di indonesia?
11.  Bagaimana gambaran program penyakit Diare di Sulawesi utara ?

12.  Seperti apakah peran imunisasi dan karantina Diare dalam P2M?
13.  Bagaimana peraturan perundang-undangan?

1.3  Tujuan
1.      Mengetahui  penyakit Tuberculosis
2.      Menjelaskan gambaran program penyakit Tuberkulosis diindonesia
3.      Mengetahui gamabran program penyakit Tuberkulosis di Sulawesi utara
4.      Mengetahui peran imunisasi dan karantina dalam P2M
5.      Mengetahui  penyakit Rabies
6.      Menjelaskan gambaran program penyakit Rabies diindonesia
7.      Menjelaskan gambaran program penyakit Rabies di Sulawesi utara
8.      Mengetahui peran imunisasi dan karantina dalam P2M
9.      menjelaskan Bagaiamanakah penyakit Diare
10.  Mengetahui  gambaran program penyakit Diare di indonesia
11.  Menjelasakn gambaran program penyakit Diare di Sulawesi utara
12.  Mengetahui peran imunisasi dan karantina Diare dalam P2M
13.  Mengetahui peraturan perundang-undanga










BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Penyakit Menular
2.2.1 Penyakit Tuberkulosis          
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium  tuberkulosis dan bersifat menular (Christian, 2009; Storla, 2009). WHO menyatakan bahwa sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis. Di Indonesia pemberantasan penyakit tuberkulosis telah dimulai sejak tahun 1950 dan sesuai rekomendasi WHO sejak tahun 1986 regimen pengobatan yang semula 12 bulan diganti dengan pengobatan selama 6-9 bulan. Strategi pengobatan ini disebut DOTS (Directly Observed Treatment Short Course Chemotherapy). Cakupan pengobatan dengan strategi DOTS tahun 2000 dengan perhitungan populasi 26 juta, baru mencapai 28%. Berdasarkan Global Tuberkulosis Kontrol tahun 2011 angka prevalensi semua tipe TB adalah sebesar 289 per 100.000 penduduk atau sekitar 690.000 kasus. Insidensi kasus baru TBC dengan  BTA positip sebesar 189 per 100.000 penduduk atau sekitar 450.000 kasus. Kematian akibat TB di luar HIV sebesar 27 per 100.000 penduduk atau 182 orang per hari. Menurut laporan WHO tahun 2013, Indonesia menempati urutan ke tiga jumlah kasus tuberkulosis setelah India dan Cina dengan jumlah sebesar 700 ribu kasus. Angka kematian masih sama dengan tahun 2011 sebesar 27 per 100.000 penduduk, tetapi angka insidennya turun menjadi 185 per 100.000 penduduk di tahun 2012 (WHO, 2013). Salah satu pilar penanggulangan penyakit tuberkulosis dengan startegi DOTS adalah dengan penemuan kasus sedini mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk mengefektifkan pengobatan penderita dan menghindari penularan dari orang kontak yang termasuk subclinical infection. Menurut HL. Blum, faktor–faktor yang mempengaruhi kesehatan baik individu, kelompok, dan masyarakat dikelompokkan menjadi 4, yaitu: lingkungan (mencakup lingkungan fi sik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya), perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut dalam mempengaruhi kesehatan tidak berdiri sendiri, namun masing–masing saling mempengaruhi satu sama lain. Faktor lingkungan selain langsung mempengaruhi kesehatan juga mempengaruhi perilaku, dan perilaku sebaliknya juga mempengaruhi lingkungan (Salim, 2010).
2.2.1.1Gambaran program penyakit Tuberkulosis diindonesia
1. Gambaran program secara umum
pokok-pokok kegiatan program TB dengan strategi DOTS menurut Kemnekes  RI (2011) dan Depkes RI (2009) adalah sebagai berikut.
a.       penemuan tersangka TB
kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien.penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. penemuan dan penyembuahan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB. penularan TB dimasyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penulara TB yang paling efektif di masyarakat.
b.      Diagnosis
penanganan diagnosis TB terbagi mnjadi dua yaitu: diagnosis TB paru dan diagnosis TB ekstra paru. ketepatan diagnosis  tergantung pada metode pengambialan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostic, misalnya uji mikrobiologi, patologi, anatoi, serologi foto toraks dan lain-lain.
c.       pengobatan
pengobatan TB bertujuan untuk menyebuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadiya resisten kuman terhaap  OAT.
2. Gambaran program secara khusus
a.       Strategi nasional pengendalian TB di Indonesia  2010-2014
Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7 strategi:
1.   Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu.
2.   menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan masyarakat miskin serta rentan lainnya.
3.   melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela) perusahan dan swasta melalui pendekatan pelayanan TB Terpadu Pemerintah dan Swasta (Public-Private Mix) dan menjamin kepatuhan terhadap standar internasional penatalaksanaan TB (Internasional Standards for TB Care).
4.   memberdayakan masyarakat dan pasien TB.
5.   memberikan kontribusi dalam penguatan sistem keehatan dan manajemen program pengendalian TB.
6.   mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB.
7.   mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategi.
Strategi nasional program pengendalian TBnasional tahun 2015-2019 merupakan pengembangan strategi nasional sebelumnya denganbeberapa pengembangan strategi baru untuk mengahadapi target dan tantnagan yang lebih besar.
b.      Kegiatan
1.      Tatlaksana  TB Paripurna
a.       Promosi Tuberkulosis
b.      Pencegahan Tuberkulosis
c.       Penemuan pasien Tuberkulosis
d.      Rehabilitasi pasien Tuberkulosis
2.   Pengendalian TB Komprehensif
a.       Pembuatan layanan laboratorium Tuberkulosis
b.      Public-Private Mix Tuberkulosis
c.       kelompok rentan: pasien diabetes militusn (DM), ibu hamil, gizi buruk
d.      Kolaborasi TB-HIV
e.       TB anak
f.       Pemberdayaan masyarakat dan pasien TB
g.      Pendekatan praktis kesehatan paru (Practicle Aproach to Lung Healt = PAL)
h.      Manajemen terpadu pengendalaian TB Resistan Obat ( MTPTRO)
i.        Penelitian tuberkulosis
2.2.1.2 Gambaran program penyakit tuberculosis di Sulawesi Urata
Berbagai langkah dilakukan guna menekan kasus TB. Antara lain:
a.       strategi Directly observed treatment  short course (DOTS).
b.      Tenaga kesehatan di puskesmas sebagai lini terdepan dalam pelayanan kesehatan dasar memonitor pengawas minum obat dalam melaksanakan pengobatan TB.
c.       penyuluhan kususnya dalam program TB.
d.      emperluas jangkauan layanan program TB di 226 fasilitas pelayanan kesehatan meliputi rumah sakit, puskesmas, lapas, rutan, klinik.
      Target adanya program pengendalian TB yaitu merujuk  pada target rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) yang ditetapkan setiap 5 tahun. pada RPJMN 2010-2014 maka di harapkan penurunan jumlah kasus TB per 100.000 penduduk dari 235 menjadi 224, presentase kasus baru TB paru (BTA positif) yang ditemukan dari 73% menjadi 90%dan presentase kasus baru  TB paru ( BTA positif)yang disembuhkan dari 85% menjadi 88%. keberhasilan yang dicapai pada RPJMN 2010-1014akan menjadi landasan bagi RPJMN berikutnya.
Pada tahun 2015-1019 target program pengendalian TB akan disesuaikan dengan target pada RPJMN II dan harus disinkronkan pula dengan target global TB strategy pasca 2015 dan target SDGs (Sustainable Development Goals). target utama pengendalian TB pada tahun 2015-2019 adalah penurunan insidensi TB yang lebih cepat dari hanya sekitar 1-2% per tahun menjadi 3-4% per tahun dan penurunan angka mortalitas > dari 4-5% pertahun. diharpkan pada taun 2020 indonesia bisa mencapai target penurunan insidensi sebesar 20% dan angka mortalitas sebesar 25% dari angka insidensi tahun 2015.
2.2.1.3Peran imunisasi dan karantina dalam P2M
Peran imunisasi dalam penyakit Tuberkulosis sangat diperlukan. Imunisasi BCG termasuk salah satu dari 5 imunisasi yang diwajibkan.Ketahanan terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercel bacili yang hidup di dalam darah. Itulah mengapa, agar memiliki kekebalan aktif, dimasukkanlah jenis basil tak berbahaya ke dalam tubuh, alias vaksinasi BCG (Bacillus Calmette Guerin).
Imunisasi BCG wajib diberikan, seperti diketahui, Indonesia termasuk negara endemis TB dan salah satu negara dengan penderita TB tertinggi di dunia. TB disebabkan kuman Mycrobacterium tuberculosis, dan mudah sekali menular melalui droplet, yaitu butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun bersin. Gejalanya antara lain: berat badan anak susah bertambah, sulitmakan, mudah sakit, batuk berulang, demam, berkeringat di malam hari, juga diare persisten. Masa inkubasi TB rata-rata berlangsung antara 8-12 minggu. Untuk mendiagnosis anak terkena TB atau tidak, perlu dilakukan tes rontgen untuk mengetahui adanya vlek, tes Martoux untuk mendeteksi peningkatan kadar sel darah putih, dan tes darah untuk mengetahui ada-tidak gangguan laju endap darah. Bahkan, dokter pun perlu melakukan wawancara untuk mengetahui, apakah si kecil pernah atau tidak, berkontak dengan penderita TB. Jika anak positif terkena TB, dokter akan memberikan obat antibiotik khusus TB yang harus diminum dalam jangka panjang, minimal 6 bulan. Lama pengobatan tak bisa diperpendek karena bakteri TB tergolong sulit mati dan sebagian ada yang “tidur”. Karenanya, mencegah lebih baik daripada mengobati. Selain menhindarianak berkontak dengan penderita TB, juga meningkatkan daya tahan tubuhnya yang salah satunya melalui pemberian imunisasi BCG.
      Karantina pada penyakit Tuberkulosis dalam penanggulangan penyakit menular tidak di perlukan.

2.2.2 Penyakit Rabies
Rabies adalah penyakit zoonosis dimana manusiaterinfeksi melalui jilatan atau gigitan hewan yang terjangkitrabies seperti anjing, kucing, kera, musang, serigala,raccoon, kelelawar. Virus masuk melalui kulit yang terlukaatau melalui mukosa utuh seperti konjungtiva mata, mulut,anus, genitalia eksterna, atau transplantasi kornea. Infeksimelalui halasi virus sangat jarang ditemukan. Setelahvirus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dandidekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujungserabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya.Masa inkubasi virus rabies sangat bervariasi, mulai dari 7 hari sampai lebih dari 1 tahun, rata-rata 1-2 bulan,tergantung jumlah virus yang masuk, berat dan luasnyakerusakan jaringan tempat gigitan, jauh dekatnya lokasigigitan ke sistem saraf pusat, persarafan daerah luka gigitan dan sistem kekebalan tubuh. Pada gigitan di kepala, muka dan leher 30 hari,gigitan di lengan, tangan, jari tangan 40 hari, gigitan di tungkai, kaki, jari kaki 60 hari, gigitan di badan rata-rata 45 hari. Asumsi lain menyatakanbahwa masa inkubasi tidak ditentukan dari jarak saraf yang ditempuh , melainkan tergantung dari luasnya persarafan pada tiap bagian tubuh, contohnya gigitan pada jari dan alat kelamin akan mempunyai masa inkubasi yang lebih cepat. Tingkat infeksi dari kematian paling tinggi pada gigitan daerah wajah, menengah pada gigitan daerah lengan dan tangan,paling rendah bila gigitan ditungkai dan kaki. (Jackson,2003. WHO,2010). Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama predileksi terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya
2.2.2.1 Gambaran program penyakit Rabies diIndonesia
1.   Gambaran program secara umum
a.       pengawasab lalu lintas anjing dan HPR
arus lalul lintasyang tidak terawasi adalah aspek kritis  bagi pengendalian rabies di daerah, dalam skala praktis di lapangan,daerah yang bersinggungan dengan daerah tertular/ wabah dianggap sebagai daerah rawan.
b.      perlakuan terhadap korban gigitan pada manusia
setiap penderita gigitan oleh anjing atau HPR lain harus mendapat pengobatan pendahuluan  sampai ada kepastianapakah anjing yang mengigit itu positif atau negative rabies.
c.       surveilens
surveilens diperlukan apabila :
1.      diduga rabies terlah masuk ke suatu daerah bebas di Indonesia
2.      selama wabah berlangsung  untuk menentukan perluasan area yangtertular
3.      wabah telah berhasil diatas untuk memastikan kebebasan penyakit lebih lanjut dan dihubungkan dengan pembantasan karantina.
d.      vaksinasi dan eleminasi
vaksinasi dan eleminasi untuk anjing-anjing pemeliharaan. sementara itu yang menjadi sasaran eleminasi adalah anjing liar.
e.       disposal
hewan yang mati atau yang dimusnakan karena positif rabies  harus dibakardan dikuburkan setelah specimen yang diperlukan diambildan dikirim ke laboratorium untuk peneguhan diagnose.
f.       dekontaminasi
g.      infektivitasi virusrabies dapat dimusnaka dengan hamper semua larutan organic, agen surface-active agents (quarternary amonium compound, sabun dan deterjen). agen oksidasi seperti hypochloritedapat digunakan sebagai dekontaminasi lingkungan.

h.      peningkatan kesehatan masyarakat (public awareness)
dukungan aktif dari masyarakat adalah bagian penting dari upaya pembebasanrabies. hal ini dapat dicapai dengan mengadakan kampanye public yang intensif memlalui media yang dianggap efektif.
2. Gambaran program secara khusus
a.        Penurunan jumlah kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) dan kematian (lyssa) melalui penanganan kasusGHPR dengan cara pembentukan Rabies Center. Rabies center merupakan rumah sakit atau puskesmas terpilih yang berkewajiban untuk memberikan pelayanan terkait penanggulangan rabies. Rumah sakit atau puskesmas yang menjadi rabies center harus memiliki SK dari Dinas Kesehatan Provinsi. Jumlah rabies center tiap provinsi berbeda, tergantung kebutuhan. RS atau puskesmas yang manjadi rabies center harus mempunyai tenaga kesehatan yang dapat melakukan tatalaksana kasus gigitan hewan penular rabies dengan benar, memiliki minimal 1 kuur VAR (Vaksin Anti Rabies), memiliki fasilitas cold chain untuk menyimpan vaksin, lokasi strategis, dan memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada pasien dan masyarakat.
b.       Surveilans epidemiologi terpadu
Surveilans merupakan bagian penting dalam melaksanakan suatu program. Sebuah program tidak akan berjalan dengan baik tanpa surveilans. Fungsi surveilans adalah untuk memonitoring kejadian penyakit dan evaluasi kinerja program.

c.       Kerjasama lintas sektor
Kerjasama lintas sektor dilakukan dengan Kementerian Pertanian RI.  Kerjasama ini terlihat dari sistem surveilansnya
d.      Penyuluhan/Sosialisasi
Bentuk sosialisasi dibagi menjadi dua yaitu sosialisasi yang ditujukan untuk tenaga kesehatan dan para pendidik. Sosialisasi yang ditujukan ke tenaga kesehatan telah dilakukan di beberapa provinsi. Provinsi tersebut adalah Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Lampung, Bali, NTT, dan Maluku. Sedangkan sosialisasi yang ditujukan ke para pendidik telah dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur. Sosialisasi ke para pendidik merupakan inisiasi dari World Health Organization (WHO) karena 40% kematian rabies terjadi dibawah usia 15 tahun. Diharapkan para pendidik meneruskan informasi terkait penanggulangan rabies ke murid-murid. Salah satu media sosialisasi adalah komik rabies. Komik ini dapat didownload di google play secara gratis. Untuk mencapai ASEAN Free Rabies 2020, dibutuhkan kerjasama antar berbagai sektor terutama Kementerian Kesehatan RI dan Kementerian Pertanian RI. Rabies yang terjadi di hewan dapat menular ke manusia. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara pemberian vaksin pada hewan penular rabies. Disamping itu, masyarakat harus mampu mengenali jika hewan peliharaannya terkena rabies.
2.2.2.2 Gambaran program penyakit tuberculosis di provinsi Sulawesi utara
a. melakukan pemantauan
b. melakukan pengawasan
c. hewan yang beresiko wajib melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala
d. memberikan vaksin minimal 6 bulan sekali dan harus diikat tidak boleh dilepas bebas




2.2.2.3 Peran imunisasi dan karantina dalam P2M
Peran imunisasi rabies sangat penting karena Hanya ada satu-satunya cara untuk mencegah penyakit rabies, yaitu dengan vaksinasi rabies,sebelum orang tersebut tergigit oleh anjing atau binatang lain yang telah terinfeksi dengan virus rabies. Sedangkan bagi mereka yang telah tergigit dengan anjing rabies atau binatang yang diduga keras sedang sakir rabies, maka bagi mereka hanya bisa tertolong bila  segera diberikan serum anti rabies dan segera disusul dengan pemberian vaksin rabies. Hanya dengan cara demikian maka nyawa mereka bisa tertolong dari kematian akibat virus rabies.
Di Indonesia, khususnya di provinsi Bali yang sampai tahun 2009 tidak dikenal sebagai daerah endemis penyakit rabies, namun sejak tahun 2009, tiba-tiba terjadi kejadian luar biasapenyakit rabies dengan angka kematian yang cukup tinggi, sehingga menghebohkan baik bagi Indonesia sendiri juga bagi dunia luar, terutama dikalangan turis asing, meskipun telah dilakukan berbagai usaha dari Pemda Bali juga Kanwil DepKes, baik dengan pemusnahan anjing sakit dan anjing liar, hingga vaksinasi bagi hewan anjing dan bagi penderita yang tergigit, namun masalahnya masih berlangsung hingga saat ini.
Sedangkan peran karantina sangat penting untuk melakukan tindakan pencegahan dan penangkalan atau penolakan masuk dan tersebarnya hama penyakit hewan serta diharapkan mampu mengelola suatu sistem kewaspadaan atau kesiagaan darurat jika terjadi suatu wabah hama penyakit hewan karantina. Bahkan untuk mengantisipasi kemungkinan masuk dan tersebarnya penyakit tersebut baik dari luar negeri maupun antar area tentu diperlukan pengawasan dan pemeriksaan yang menjadi peranan Peraturan perundang-undangan.



2.2.3 Penyakit Diare
Diare merupakan kondisi yang ditandai dengan encernya tinja yang dikeluarkan dengan frekuensi buang air besar (BAB) yang lebih sering dibandingkan dengan biasanya. Pada umumnya, diare terjadi akibat konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri, virus, atau parasit. Biasanya diare hanya berlangsung beberapa hari, namun pada sebagian kasus memanjang hingga berminggu-minggu.
Gejala diare bermacam-macam, dimulai dari yang hanya merasakan sakitperut singkat dengan tinja yang tidak terlalu encer hingga ada yang mengalami kram perut dengan tinja yang sangat encer. Pada kasus diare parah, kemungkinan penderitanya juga akan mengalami demam dan kram perut hebat.

2.2.3.1 Gambaran program penyakit Diare di Indonesia
1. gambaran secara umum
a. melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar, baik di Sarana Kesehatan
    maupun masyarakat/rumah tangga.
b. melaksanakan Surveilans Epidemiologi dan Penanggulangan KLB Diare
c. mengembangkan pedoman pengendalian penyakit diare
d. meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam pengelolaan program
yang meliputi aspek manajerial dan tehnis medis.
e mengembangkan jejaring lintas program dan sektor di pusat, propinsi dan
    kabupaten/kota
f. meningkatkan pembinaan tehnis dan monitoring untuk mencapai kualitas
pelaksanaanpengendalian penyakit diare secara maksimal, dan
g melaksanakan evaluasi untuk mengetahui hasil kegiatan program dan sebagai dasar
perencanaan selanjutnya.
2. gambaran secara khusus
1. Meningkatkan tatalaksana penderita diare di rumah tangga yang tepat dan benar
2. Meningkatkan SKD dan penanggulangan KLB Diare
3. Melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif.
4. Melaksanakan monitoring dan evaluasi
 5. Tatalaksana Penderita Diare
6. Surveilans Epidemiologi
7. Promosi Kesehatan
8. Pencegahan Diare
9. Pengelolaan Logistik
10. Pemantauan dan Evaluasi

2.2.3.2 Gambaran program penyakit Diare di Sulawesi utara
1. kegiatan pemberantasan penyakit diintegrasikan dala setiap kegiatan di puskesmas
2. pencarian dan penemuan penderita dilaksanakan aktif dan pasif
3. melaksanakantatalaksana penderita yang sesui standar baik sarana maupun di rumah tangga.
4. melaksanakan  surveilens epidemologi
5. pengendalian

2.2.4 Peran karantina dan imunisasi dalam P2M
Pencegahan penyebaran penyakit dari suatu wilaya ke wilaya lain di lakukan melalui kegiatan pelabuhan, pengamatan perpindahan enduduk, isolasi penderita yang memiliki penyakit. kegiatan yang dilakukan di laksanakan melalui penelitian di lapangan dan surveilens.
Beberapa kejadian di Indonesia sudah membuktikan hal tersebut. Sebut saja wabah polio pada tahun 2005-2006 yang menyebabkan 385 anak lumpuh, wabah campak antara tahun 2009-2011 yang menyebabkan 5.818 anak dirawat di rumah sakit dan 16 diantaranya meninggal. Yang terbaru adalah wabah difteri di Jawa Timur tahun 2011 yang menyebabkan 1.789 anak perlu dirawat dan 91 anak meninggal.
Mayoritas wabah penyakit disebabkan karena cakupan imunisasi yang rendah. Menurut data Riskesdas tahun 2007, sekitar 46,2 persen anak di Indonesia sudah mendapatkan imunisasi secara lengkap, dan 45,3 persen imunisasinya tidak lengkapUntuk mencegah terjadinya wabah, cakupan imunisasi minimal harus mencapai 80 persen. “Untuk penyakit yang infeksinya lebih berat, cakupannya harus 100 persen agar tidak terjadi wabah.








2.2 Peraturan pernudang-undangan
Dahulu kita mengenal adanya Undang-undang Wabah dan Penyakit Karantina yang telah ada sejak lama, bahkan sejak zaman kolonial Belanda. Sesudah kemerdekaan ketentuan perundang-undangan tentang wabah diatur dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 1962 tentang Wabah dan Undang undang Nomor 7 tahun 1968 tentang Perubahan Pasal 3 Undang-undang Nomor 6 tahun 1962 tentang Wabah. Kedua Undang-undang di atas perlu untuk menangkal mewabahnya beberapa penyakit tertentu yang pada permulaan dan pertengahan abad ke duapuluh sering sekali terjadi, yaitu wabah penyakit yang bersifat epidemi dan bahkan pandemi.
Karena perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan dan lalu lintas internasional, serta perubahan lingkungan hidup dan lain-lain, undang undang di atas ternyata kurang mampu memenuhi kebutuhan upaya penanggulangan wabah dewasa ini dan perkembangannya di masa mendatang. Sementara keadaan pada waltu ini menghendaki agar suatu wabah dapat segera ditetapkan apabila ditemukan suatu penyakit yang menimbulkan wabah, walaupun penyakit tersebut belum menjalar dan belum menimbulkan malapetaka dalam masyarakat.
Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Undang-undang RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah penyakit Menular. Dalam undang-undang ini dinyatakan yang dimaksud dengan wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.Aspek hukum dalam penanggulangan penyakit ini yang perlu diketahui kalangan kedokteranikesehatan adalah tentang kewajiban orang-orang yang mempunyai tanggung jawab dalam lingkungannya melaporkan kepada Kepala Desa atau Lurah dan/atau Kepala Unit Kesehatan terdekat dalam waktu secepatnya.
Dalam penjelasan undang-undang ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang di sini, bukan dalam pengertian setiap orang tetapi dalam pengertian terbatas seperti kepala keluarga, ketua rukun tetangga, kepala sekolah, kepala asrama, direktur perusahaan dan lain-lain. Walaupun tidak tertulis kewajiban para tenaga kesehatan, namun menurut penulis, para dokter dan petugas kesehatan juga termasuk orang-orang yang wajib lapor. Hal ini disebut dengan tegas pada lanjutan ketentuan ini yaitu Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah, Tatacara Penyampaian Laporannya dan Tata Cara Penanggulangan seperlunya, bahwa yang diharuskan menyampaikan laporan kewaspadaan termasuk: dokter, petugas kesehatan yang memeriksa penderita, dokter hewan yang memeriksa hewan tersangka penderita.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan ini disebutkan penyakit yang dapat menimbulkan penyakit wabah adalah: Kolera, Pes, Demam kuning, Deman bolak balik, Tifus Bercak Wabah, Deman Berdarah Dengue, Campak, Polio, Difteri, Pertusis, Rabies, Malaria, Influenza, Hepatitis, Tifus perut, Meningitis, Ensefalitis dan Antrax.













BAB III
PENUTUP

2.2           Kesimpulan
            Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium  tuberkulosis dan bersifat menular (Christian, 2009; Storla, 2009). Strategi nasional program pengendalian TB yaitu dengan memberdayakan masyarakat dan pasien TB. Peran imunisasi dalam penyakit Tuberkulosis sangat diperlukan. Imunisasi BCG termasuk salah satu dari 5 imunisasi yang diwajibkan.Ketahanan terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercel bacili yang hidup di dalam darah.
Rabies adalah penyakit zoonosis dimana manusia terinfeksi melalui jilatan atau gigitan hewan yang terjangkit rabies seperti anjing, kucing, kera, musang, serigala, raccoon , kelelawar. Gambaran program penyakit Rabies diindonesia yaitu dengan Penurunan jumlah kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) dan kematian (lyssa) melalui penanganan kasusGHPR dengan cara pembentukan Rabies Center. Peran imunisasi rabies sangat penting karena Hanya ada satu-satunyacara untuk mencegah penyakit rabies, yaitu dengan vaksinasi rabies.Diare merupakan kondisi yang ditandai dengan encernya tinja yang dikeluarkan dengan frekuensi buang air besar (BAB) yang lebih sering dibandingkan dengan biasanya
3.2 Saran
Diharapkan pemerintah dan setiap dinas kesehatan untuk tetep memperhatikan setiap keadaan masyarakat khususnya kesehatan setiap masyarakat terlebih mengurangi angka kesakitan akibat penyakit menular diharapkan pemerintah tetep menjalakan setiap program demi memutuskan dan membasmi setiap penayakit menular yang ada pada masarakat.
DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar