BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan bagian dalam kehidupan manusia yang
sangat penting untuk meningkatkan derajat kehidupan setiap individu namun masih
begitu banyak yang mengalami sakit. Menurut Ahli WHO Sehat adalah kondisi normal seseorang
yang merupakan hak hidupnya. Sehat berhubungan dengan hukum alam yang mengatur
tubuh, jiwa, dan lingkungan berupa udara segar, sinar matahari, diet seimbang,
bekerja, istirahat, tidur, santai, kebersihan serta pikiran, kebiasaan dan gaya
hidup yang baik.
Tuberculosis (TBC) merupakan salah satu penyakit menular
yang tersebar di seluruh dunia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena
angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, bahkan pada tahun 1993 WHO
mencanangkan TBC sebagai kedaruratan global (global emergency ). Berdasarkan
data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, TBC merupakan penyebab
kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran
pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam penyakit kelompok infeksi.
Data WHO (1999) menunjukkan bahwa Indonesia menempati urutan ketiga di dunia
sebagai negara penyumbang kasus TBC tertinggi setelah India dan China, dan
posisi ini belum berubah sampai akhir tahun 2005.
Mengigat bahaya dan keganasan rabies terhadap kesehatan dan
ketentraman hidup masyarakat, maka usahapengendalian penyakit berupa
pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan perlu dilaksanakan seintensif
mungkin. Untuk melaksanakan haltersebutperlu adanya pedoman umum bagipara
petugas Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian dan Departemen Dalam Negeri
. Rabies adalah penyakit menular yang
akut darisusunan syaraf pusat yang dapat menyerang hewan berdarah panas dan
manusiayang disebabkan oleh vrus rabies. Bahaya rabies berupa kematian gangguan
ketentraman hidup masyarakat.Hewansepertianjing, kucing dan kera yang menderita
rabies akan menjadi ganas dan biasanya cenderung menyerang atau menggigit
manusia. Penderita rabies sekali gejala klinis timbulnya diakhiri dengan
kematian. Terhadap bahaya rabies termaksud diatas akan mengakibatkan timbulnya
rasa cemas atau rasa takut baik terhadap orang yang digigit maupun masyarakat
pada umumnya. Padahewan yang menderita penyakitinibi asanya ditemukan virus
dengan konsentrasi tinggi pada air ludahnya, oleh karena itu penularan umumnya
melaluisuatu luka gigitan. Infeksi rabies pada hewan ditandai dengan mencari
tempat yang dingin diikuti dengan sikap curiga dan menyerang apa saja yang ada
disekitarnya, hipersalivasi, paralisa danmati. Sedangkan gejala rabies pada
manusia yang menyolok berupa rasa takut air (hydrophobia) dan gejala-gejala
encephalitis.Sehubungan dengan adanya penyakitinipemerintah mengelperaturan
khusus pada tahun 1926 yang disebut ordonansirabies (HondsholOrdonantie,
Staatsblad No. 451, 1926) dan peraiuran pelaksananya yaitu (staatsblad No. 452,
1926) yang bertujuan mencegah perluasan rabies. Selanjutnya ordonansitersebut
mengalami perubahan-perubahan atau penambahan yang disesuaikan dengan
perkembangan pada waktu itu. Namun demikian rabies terus berjangkit
sampaisekarang malah ada tendensisemakin meningkat dan meluas.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
penyakit Tuberkulosis?
2.
Bagaimana
gambaran program penyakit Tuberkulosis diindonesia?
3.
Bagaimana
gamabran program penyakit Tuberkulosis di Sulawesi utara?
4.
Seperti
apakah peran imunisasi dan karantina Tubekulosis dalam P2M?
5.
Bagaimanakah
penyakit Rabies?
6.
Bagaimana
gambaran program penyakit Rabies di Indonesia?
7.
Bagaimana
gambaran program penyakit Rabies di Sulawesi utara?
8.
Seperti
apakah peran imunisasi dan karantina
dalam P2M?
9.
Bagaiamanakah
penyakit Diare?
10.
Bagaimana
gambaran program penyakit Diare di indonesia?
11.
Bagaimana
gambaran program penyakit Diare di Sulawesi utara ?
12.
Seperti
apakah peran imunisasi dan karantina Diare dalam P2M?
13.
Bagaimana
peraturan perundang-undangan?
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui penyakit Tuberculosis
2.
Menjelaskan gambaran program penyakit
Tuberkulosis diindonesia
3.
Mengetahui
gamabran program penyakit Tuberkulosis di Sulawesi utara
4.
Mengetahui peran imunisasi dan karantina dalam P2M
5.
Mengetahui penyakit Rabies
6.
Menjelaskan gambaran program penyakit Rabies
diindonesia
7.
Menjelaskan
gambaran program penyakit Rabies di Sulawesi utara
8.
Mengetahui peran imunisasi dan karantina dalam P2M
9.
menjelaskan
Bagaiamanakah penyakit Diare
10.
Mengetahui gambaran program penyakit Diare di indonesia
11.
Menjelasakn
gambaran program penyakit Diare di Sulawesi utara
12.
Mengetahui
peran imunisasi dan karantina Diare dalam P2M
13.
Mengetahui
peraturan perundang-undanga
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Penyakit Menular
2.2.1
Penyakit Tuberkulosis
Tuberkulosis
adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberkulosis dan bersifat menular (Christian,
2009; Storla, 2009). WHO menyatakan bahwa sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi kuman tuberkulosis. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi
tuberkulosis. Di Indonesia pemberantasan penyakit tuberkulosis telah dimulai
sejak tahun 1950 dan sesuai rekomendasi WHO sejak tahun 1986 regimen pengobatan
yang semula 12 bulan diganti dengan pengobatan selama 6-9 bulan. Strategi
pengobatan ini disebut DOTS (Directly Observed Treatment Short Course
Chemotherapy). Cakupan pengobatan dengan strategi DOTS tahun 2000 dengan
perhitungan populasi 26 juta, baru mencapai 28%. Berdasarkan Global
Tuberkulosis Kontrol tahun 2011 angka prevalensi semua tipe TB adalah sebesar
289 per 100.000 penduduk atau sekitar 690.000 kasus. Insidensi kasus baru TBC
dengan BTA positip sebesar 189 per
100.000 penduduk atau sekitar 450.000 kasus. Kematian akibat TB di luar HIV
sebesar 27 per 100.000 penduduk atau 182 orang per hari. Menurut laporan WHO
tahun 2013, Indonesia menempati urutan ke tiga jumlah kasus tuberkulosis
setelah India dan Cina dengan jumlah sebesar 700 ribu kasus. Angka kematian
masih sama dengan tahun 2011 sebesar 27 per 100.000 penduduk, tetapi angka
insidennya turun menjadi 185 per 100.000 penduduk di tahun 2012 (WHO, 2013).
Salah satu pilar penanggulangan penyakit tuberkulosis dengan startegi DOTS
adalah dengan penemuan kasus sedini mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk
mengefektifkan pengobatan penderita dan menghindari penularan dari orang kontak
yang termasuk subclinical infection. Menurut HL. Blum, faktor–faktor yang
mempengaruhi kesehatan baik individu, kelompok, dan masyarakat dikelompokkan
menjadi 4, yaitu: lingkungan (mencakup lingkungan fi sik, sosial, budaya,
politik, ekonomi, dan sebagainya), perilaku, pelayanan kesehatan, dan
keturunan. Keempat faktor tersebut dalam mempengaruhi kesehatan tidak berdiri
sendiri, namun masing–masing saling mempengaruhi satu sama lain. Faktor
lingkungan selain langsung mempengaruhi kesehatan juga mempengaruhi perilaku,
dan perilaku sebaliknya juga mempengaruhi lingkungan (Salim, 2010).
2.2.1.1Gambaran
program penyakit Tuberkulosis diindonesia
1.
Gambaran program secara umum
pokok-pokok
kegiatan program TB dengan strategi DOTS menurut Kemnekes RI (2011) dan Depkes RI (2009) adalah sebagai
berikut.
a.
penemuan
tersangka TB
kegiatan penemuan pasien terdiri
dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe
pasien.penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program
penanggulangan TB. penemuan dan penyembuahan pasien TB menular, secara bermakna
akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB. penularan TB
dimasyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penulara TB yang
paling efektif di masyarakat.
b.
Diagnosis
penanganan diagnosis TB terbagi
mnjadi dua yaitu: diagnosis TB paru dan diagnosis TB ekstra paru. ketepatan
diagnosis tergantung pada metode
pengambialan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostic, misalnya
uji mikrobiologi, patologi, anatoi, serologi foto toraks dan lain-lain.
c.
pengobatan
pengobatan TB bertujuan untuk
menyebuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadiya resisten kuman terhaap OAT.
2.
Gambaran program secara khusus
a. Strategi nasional pengendalian TB di
Indonesia 2010-2014
Strategi
nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7 strategi:
1. Memperluas dan meningkatkan
pelayanan DOTS yang bermutu.
2. menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB,
TB anak dan kebutuhan masyarakat miskin serta rentan lainnya.
3. melibatkan seluruh penyedia
pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela) perusahan dan swasta melalui
pendekatan pelayanan TB Terpadu Pemerintah dan Swasta (Public-Private Mix) dan menjamin kepatuhan terhadap standar
internasional penatalaksanaan TB (Internasional Standards for TB Care).
4. memberdayakan masyarakat dan pasien
TB.
5. memberikan kontribusi dalam
penguatan sistem keehatan dan manajemen program pengendalian TB.
6. mendorong komitmen pemerintah pusat
dan daerah terhadap program TB.
7. mendorong penelitian, pengembangan
dan pemanfaatan informasi strategi.
Strategi
nasional program pengendalian TBnasional tahun 2015-2019 merupakan pengembangan
strategi nasional sebelumnya denganbeberapa pengembangan strategi baru untuk
mengahadapi target dan tantnagan yang lebih besar.
b. Kegiatan
1. Tatlaksana TB Paripurna
a. Promosi Tuberkulosis
b. Pencegahan Tuberkulosis
c. Penemuan pasien Tuberkulosis
d. Rehabilitasi pasien Tuberkulosis
2. Pengendalian TB Komprehensif
a. Pembuatan layanan laboratorium
Tuberkulosis
b. Public-Private Mix Tuberkulosis
c. kelompok rentan: pasien diabetes
militusn (DM), ibu hamil, gizi buruk
d. Kolaborasi TB-HIV
e. TB anak
f. Pemberdayaan masyarakat dan pasien
TB
g. Pendekatan praktis kesehatan paru (Practicle
Aproach to Lung Healt = PAL)
h. Manajemen terpadu pengendalaian TB
Resistan Obat ( MTPTRO)
i.
Penelitian
tuberkulosis
2.2.1.2 Gambaran program penyakit tuberculosis di Sulawesi Urata
Berbagai
langkah dilakukan guna menekan kasus TB. Antara lain:
a.
strategi
Directly observed treatment short course
(DOTS).
b.
Tenaga
kesehatan di puskesmas sebagai lini terdepan dalam pelayanan kesehatan dasar
memonitor pengawas minum obat dalam melaksanakan pengobatan TB.
c.
penyuluhan
kususnya dalam program TB.
d.
emperluas jangkauan layanan program TB
di 226 fasilitas pelayanan kesehatan meliputi rumah sakit, puskesmas, lapas,
rutan, klinik.
Target adanya
program pengendalian TB yaitu merujuk
pada target rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) yang
ditetapkan setiap 5 tahun. pada RPJMN 2010-2014 maka di harapkan penurunan
jumlah kasus TB per 100.000 penduduk dari 235 menjadi 224, presentase kasus
baru TB paru (BTA positif) yang ditemukan dari 73% menjadi 90%dan presentase
kasus baru TB paru ( BTA positif)yang
disembuhkan dari 85% menjadi 88%. keberhasilan yang dicapai pada RPJMN
2010-1014akan menjadi landasan bagi RPJMN berikutnya.
Pada tahun 2015-1019 target program
pengendalian TB akan disesuaikan dengan target pada RPJMN II dan harus
disinkronkan pula dengan target global TB strategy pasca 2015 dan target SDGs
(Sustainable Development Goals). target utama pengendalian TB pada tahun
2015-2019 adalah penurunan insidensi TB yang lebih cepat dari hanya sekitar
1-2% per tahun menjadi 3-4% per tahun dan penurunan angka mortalitas > dari
4-5% pertahun. diharpkan pada taun 2020 indonesia bisa mencapai target
penurunan insidensi sebesar 20% dan angka mortalitas sebesar 25% dari angka
insidensi tahun 2015.
2.2.1.3Peran imunisasi dan karantina dalam P2M
Peran
imunisasi dalam penyakit Tuberkulosis sangat diperlukan. Imunisasi BCG termasuk salah satu dari
5 imunisasi yang diwajibkan.Ketahanan terhadap penyakit TB
(Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercel bacili yang
hidup di dalam darah. Itulah mengapa, agar memiliki kekebalan aktif,
dimasukkanlah jenis basil tak berbahaya ke dalam tubuh, alias vaksinasi BCG (Bacillus
Calmette Guerin).
Imunisasi BCG wajib diberikan,
seperti diketahui, Indonesia termasuk negara endemis TB dan salah satu negara
dengan penderita TB tertinggi di dunia. TB disebabkan kuman Mycrobacterium
tuberculosis, dan mudah sekali menular melalui droplet, yaitu
butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun
bersin. Gejalanya antara lain: berat badan anak susah bertambah, sulitmakan,
mudah sakit, batuk berulang, demam, berkeringat di malam hari, juga diare
persisten. Masa inkubasi TB rata-rata berlangsung antara 8-12 minggu. Untuk
mendiagnosis anak terkena TB atau tidak, perlu dilakukan tes rontgen untuk
mengetahui adanya vlek, tes Martoux untuk mendeteksi peningkatan kadar
sel darah putih, dan tes darah untuk mengetahui ada-tidak gangguan laju endap
darah. Bahkan, dokter pun perlu melakukan wawancara untuk mengetahui, apakah si
kecil pernah atau tidak, berkontak dengan penderita TB. Jika anak positif
terkena TB, dokter akan memberikan obat antibiotik khusus TB yang harus diminum
dalam jangka panjang, minimal 6 bulan. Lama pengobatan tak bisa diperpendek
karena bakteri TB tergolong sulit mati dan sebagian ada yang “tidur”.
Karenanya, mencegah lebih baik daripada mengobati. Selain menhindarianak
berkontak dengan penderita TB, juga meningkatkan daya tahan tubuhnya yang salah
satunya melalui pemberian imunisasi BCG.
Karantina pada penyakit Tuberkulosis dalam
penanggulangan penyakit menular tidak di perlukan.
2.2.2
Penyakit Rabies
Rabies adalah penyakit zoonosis dimana manusiaterinfeksi
melalui jilatan atau gigitan hewan yang terjangkitrabies seperti anjing,
kucing, kera, musang, serigala,raccoon, kelelawar. Virus masuk melalui kulit
yang terlukaatau melalui mukosa utuh seperti konjungtiva mata, mulut,anus,
genitalia eksterna, atau transplantasi kornea. Infeksimelalui halasi virus
sangat jarang ditemukan. Setelahvirus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama
2minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dandidekatnya, kemudian bergerak
mencapai ujung-ujungserabut saraf posterior tanpa menunjukkan
perubahan-perubahan fungsinya.Masa inkubasi virus rabies sangat bervariasi,
mulai dari 7 hari sampai lebih dari 1 tahun, rata-rata 1-2 bulan,tergantung
jumlah virus yang masuk, berat dan luasnyakerusakan jaringan tempat gigitan,
jauh dekatnya lokasigigitan ke sistem saraf pusat, persarafan daerah luka
gigitan dan sistem kekebalan tubuh. Pada gigitan di kepala, muka dan leher 30
hari,gigitan di lengan, tangan, jari tangan 40 hari, gigitan di tungkai, kaki,
jari kaki 60 hari, gigitan di badan rata-rata 45 hari. Asumsi lain
menyatakanbahwa masa inkubasi tidak ditentukan dari jarak saraf yang ditempuh ,
melainkan tergantung dari luasnya persarafan pada tiap bagian tubuh, contohnya
gigitan pada jari dan alat kelamin akan mempunyai masa inkubasi yang lebih
cepat. Tingkat infeksi dari kematian paling tinggi pada gigitan daerah wajah,
menengah pada gigitan daerah lengan dan tangan,paling rendah bila gigitan
ditungkai dan kaki. (Jackson,2003. WHO,2010). Sesampainya di otak virus
kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron,
terutama predileksi terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak.
Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian ke arah
perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom.
Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh,
dan berkembang biak dalam jaringan, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan
sebagainya
2.2.2.1
Gambaran program penyakit Rabies diIndonesia
1. Gambaran program secara umum
a. pengawasab lalu lintas anjing dan
HPR
arus lalul lintasyang tidak terawasi
adalah aspek kritis bagi pengendalian
rabies di daerah, dalam skala praktis di lapangan,daerah yang bersinggungan
dengan daerah tertular/ wabah dianggap sebagai daerah rawan.
b. perlakuan terhadap korban gigitan
pada manusia
setiap penderita gigitan oleh anjing
atau HPR lain harus mendapat pengobatan pendahuluan sampai ada kepastianapakah anjing yang
mengigit itu positif atau negative rabies.
c. surveilens
surveilens diperlukan apabila :
1. diduga rabies terlah masuk ke suatu
daerah bebas di Indonesia
2. selama wabah berlangsung untuk menentukan perluasan area yangtertular
3. wabah telah berhasil diatas untuk
memastikan kebebasan penyakit lebih lanjut dan dihubungkan dengan pembantasan
karantina.
d. vaksinasi dan eleminasi
vaksinasi dan eleminasi untuk
anjing-anjing pemeliharaan. sementara itu yang menjadi sasaran eleminasi adalah
anjing liar.
e. disposal
hewan yang mati atau yang dimusnakan
karena positif rabies harus dibakardan
dikuburkan setelah specimen yang diperlukan diambildan dikirim ke laboratorium
untuk peneguhan diagnose.
f. dekontaminasi
g. infektivitasi virusrabies dapat
dimusnaka dengan hamper semua larutan organic, agen surface-active agents
(quarternary amonium compound, sabun dan deterjen). agen oksidasi seperti
hypochloritedapat digunakan sebagai dekontaminasi lingkungan.
h. peningkatan kesehatan masyarakat
(public awareness)
dukungan aktif dari masyarakat
adalah bagian penting dari upaya pembebasanrabies. hal ini dapat dicapai dengan
mengadakan kampanye public yang intensif memlalui media yang dianggap efektif.
2. Gambaran
program secara khusus
a.
Penurunan
jumlah kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) dan kematian (lyssa) melalui
penanganan kasusGHPR dengan cara pembentukan Rabies Center. Rabies center merupakan rumah sakit
atau puskesmas terpilih yang berkewajiban untuk memberikan pelayanan terkait
penanggulangan rabies. Rumah sakit atau puskesmas yang menjadi rabies center
harus memiliki SK dari Dinas Kesehatan Provinsi. Jumlah rabies center tiap
provinsi berbeda, tergantung kebutuhan. RS atau puskesmas yang manjadi rabies
center harus mempunyai tenaga kesehatan yang dapat melakukan tatalaksana kasus
gigitan hewan penular rabies dengan benar, memiliki minimal 1 kuur VAR (Vaksin
Anti Rabies), memiliki fasilitas cold chain untuk menyimpan vaksin,
lokasi strategis, dan memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
kepada pasien dan masyarakat.
b.
Surveilans
epidemiologi terpadu
Surveilans merupakan bagian penting
dalam melaksanakan suatu program. Sebuah program tidak akan berjalan dengan
baik tanpa surveilans. Fungsi surveilans adalah untuk memonitoring kejadian
penyakit dan evaluasi kinerja program.
c.
Kerjasama lintas sektor
Kerjasama lintas sektor dilakukan
dengan Kementerian Pertanian RI.
Kerjasama ini terlihat dari sistem surveilansnya
d.
Penyuluhan/Sosialisasi
Bentuk sosialisasi dibagi menjadi
dua yaitu sosialisasi yang ditujukan untuk tenaga kesehatan dan para pendidik.
Sosialisasi yang ditujukan ke tenaga kesehatan telah dilakukan di beberapa
provinsi. Provinsi tersebut adalah Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Lampung,
Bali, NTT, dan Maluku. Sedangkan sosialisasi yang ditujukan ke para pendidik
telah dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur.
Sosialisasi ke para pendidik merupakan inisiasi dari World Health
Organization (WHO) karena 40% kematian rabies terjadi dibawah usia 15
tahun. Diharapkan para pendidik meneruskan informasi terkait penanggulangan
rabies ke murid-murid. Salah satu media sosialisasi adalah komik rabies. Komik
ini dapat didownload di google play secara gratis. Untuk mencapai ASEAN
Free Rabies 2020, dibutuhkan kerjasama antar berbagai sektor terutama
Kementerian Kesehatan RI dan Kementerian Pertanian RI. Rabies yang terjadi di
hewan dapat menular ke manusia. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara
pemberian vaksin pada hewan penular rabies. Disamping itu, masyarakat harus
mampu mengenali jika hewan peliharaannya terkena rabies.
2.2.2.2
Gambaran program penyakit tuberculosis di provinsi Sulawesi utara
a.
melakukan pemantauan
b.
melakukan pengawasan
c.
hewan yang beresiko wajib melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala
d.
memberikan vaksin minimal 6 bulan sekali dan harus diikat tidak boleh dilepas
bebas
2.2.2.3
Peran imunisasi dan karantina dalam P2M
Peran imunisasi
rabies sangat penting karena Hanya ada satu-satunya cara untuk
mencegah penyakit rabies, yaitu dengan vaksinasi rabies,sebelum orang tersebut
tergigit oleh anjing atau binatang lain yang telah terinfeksi dengan virus
rabies. Sedangkan bagi mereka yang telah tergigit dengan anjing rabies atau
binatang yang diduga keras sedang sakir rabies, maka bagi mereka hanya bisa
tertolong bila segera diberikan serum anti rabies dan segera
disusul dengan pemberian vaksin rabies. Hanya dengan cara demikian
maka nyawa mereka bisa tertolong dari kematian akibat virus rabies.
Di Indonesia,
khususnya di provinsi Bali yang sampai tahun 2009 tidak dikenal
sebagai daerah endemis penyakit rabies, namun sejak tahun 2009,
tiba-tiba terjadi kejadian luar biasapenyakit rabies dengan angka
kematian yang cukup tinggi, sehingga menghebohkan baik bagi Indonesia sendiri
juga bagi dunia luar, terutama dikalangan turis asing, meskipun telah dilakukan
berbagai usaha dari Pemda Bali juga Kanwil DepKes, baik
dengan pemusnahan anjing sakit dan anjing liar, hingga
vaksinasi bagi hewan anjing dan bagi penderita yang tergigit, namun masalahnya
masih berlangsung hingga saat ini.
Sedangkan
peran karantina sangat
penting untuk melakukan tindakan pencegahan dan penangkalan atau penolakan
masuk dan tersebarnya hama penyakit hewan serta diharapkan mampu mengelola
suatu sistem kewaspadaan atau kesiagaan darurat jika terjadi suatu wabah hama
penyakit hewan karantina. Bahkan untuk mengantisipasi kemungkinan masuk dan
tersebarnya penyakit tersebut baik dari luar negeri maupun antar area tentu
diperlukan pengawasan dan pemeriksaan yang menjadi peranan Peraturan
perundang-undangan.
2.2.3
Penyakit Diare
Diare merupakan kondisi yang ditandai dengan
encernya tinja yang dikeluarkan dengan frekuensi buang air besar (BAB) yang
lebih sering dibandingkan dengan biasanya. Pada umumnya, diare terjadi akibat
konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri, virus, atau parasit.
Biasanya diare hanya berlangsung beberapa hari, namun pada sebagian kasus
memanjang hingga berminggu-minggu.
Gejala diare bermacam-macam, dimulai
dari yang hanya merasakan sakitperut singkat dengan tinja yang tidak terlalu encer hingga ada
yang mengalami kram perut dengan tinja yang sangat encer. Pada kasus diare
parah, kemungkinan penderitanya juga akan mengalami demam dan kram perut hebat.
2.2.3.1
Gambaran program penyakit Diare di Indonesia
1. gambaran
secara umum
a.
melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar, baik di Sarana Kesehatan
maupun masyarakat/rumah tangga.
maupun masyarakat/rumah tangga.
b.
melaksanakan Surveilans Epidemiologi dan Penanggulangan KLB Diare
c.
mengembangkan pedoman pengendalian penyakit diare
d.
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam pengelolaan program
yang meliputi aspek manajerial dan tehnis medis.
yang meliputi aspek manajerial dan tehnis medis.
e
mengembangkan jejaring lintas program dan sektor di pusat, propinsi dan
kabupaten/kota
kabupaten/kota
f. meningkatkan
pembinaan tehnis dan monitoring untuk mencapai kualitas
pelaksanaanpengendalian penyakit diare secara maksimal, dan
pelaksanaanpengendalian penyakit diare secara maksimal, dan
g
melaksanakan evaluasi untuk mengetahui hasil kegiatan program dan sebagai dasar
perencanaan selanjutnya.
perencanaan selanjutnya.
2. gambaran secara khusus
1. Meningkatkan
tatalaksana penderita diare di rumah tangga yang tepat dan benar
2. Meningkatkan
SKD dan penanggulangan KLB Diare
3. Melaksanakan
upaya kegiatan pencegahan yang efektif.
4. Melaksanakan
monitoring dan evaluasi
5.
Tatalaksana Penderita Diare
6. Surveilans
Epidemiologi
7. Promosi
Kesehatan
8. Pencegahan
Diare
9. Pengelolaan
Logistik
10. Pemantauan
dan Evaluasi
2.2.3.2
Gambaran program penyakit Diare di Sulawesi utara
1. kegiatan
pemberantasan penyakit diintegrasikan dala setiap kegiatan di puskesmas
2.
pencarian dan penemuan penderita dilaksanakan aktif dan pasif
3. melaksanakantatalaksana penderita yang sesui standar
baik sarana maupun di rumah tangga.
4.
melaksanakan surveilens epidemologi
5.
pengendalian
2.2.4 Peran
karantina dan imunisasi dalam P2M
Pencegahan penyebaran penyakit dari suatu wilaya ke wilaya
lain di lakukan melalui kegiatan pelabuhan, pengamatan perpindahan enduduk,
isolasi penderita yang memiliki penyakit. kegiatan yang dilakukan di laksanakan
melalui penelitian di lapangan dan surveilens.
Beberapa kejadian di Indonesia sudah membuktikan hal
tersebut. Sebut saja wabah polio pada tahun 2005-2006 yang menyebabkan 385 anak
lumpuh, wabah campak antara tahun 2009-2011 yang menyebabkan 5.818 anak dirawat
di rumah sakit dan 16 diantaranya meninggal. Yang terbaru adalah wabah difteri
di Jawa Timur tahun 2011 yang menyebabkan 1.789 anak perlu dirawat dan 91 anak
meninggal.
Mayoritas
wabah penyakit disebabkan karena cakupan imunisasi yang rendah. Menurut data
Riskesdas tahun 2007, sekitar 46,2 persen anak di Indonesia sudah mendapatkan
imunisasi secara lengkap, dan 45,3 persen imunisasinya tidak lengkapUntuk
mencegah terjadinya wabah, cakupan imunisasi minimal harus mencapai 80 persen.
“Untuk penyakit yang infeksinya lebih berat, cakupannya harus 100 persen agar
tidak terjadi wabah.
2.2
Peraturan pernudang-undangan
Dahulu kita mengenal adanya Undang-undang Wabah
dan Penyakit Karantina yang telah ada sejak lama, bahkan sejak zaman kolonial
Belanda. Sesudah kemerdekaan ketentuan perundang-undangan tentang wabah diatur
dalam Undang-undang Nomor 6
tahun 1962 tentang
Wabah dan Undang
undang Nomor 7 tahun 1968 tentang Perubahan Pasal 3 Undang-undang Nomor 6 tahun 1962 tentang Wabah. Kedua Undang-undang di
atas perlu untuk menangkal mewabahnya beberapa penyakit tertentu yang pada
permulaan dan pertengahan abad ke duapuluh sering sekali terjadi, yaitu wabah
penyakit yang bersifat epidemi dan bahkan pandemi.
Karena perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan dan lalu lintas internasional, serta perubahan lingkungan hidup dan lain-lain, undang undang di atas ternyata kurang mampu memenuhi kebutuhan upaya penanggulangan wabah dewasa ini dan perkembangannya di masa mendatang. Sementara keadaan pada waltu ini menghendaki agar suatu wabah dapat segera ditetapkan apabila ditemukan suatu penyakit yang menimbulkan wabah, walaupun penyakit tersebut belum menjalar dan belum menimbulkan malapetaka dalam masyarakat.
Karena perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan dan lalu lintas internasional, serta perubahan lingkungan hidup dan lain-lain, undang undang di atas ternyata kurang mampu memenuhi kebutuhan upaya penanggulangan wabah dewasa ini dan perkembangannya di masa mendatang. Sementara keadaan pada waltu ini menghendaki agar suatu wabah dapat segera ditetapkan apabila ditemukan suatu penyakit yang menimbulkan wabah, walaupun penyakit tersebut belum menjalar dan belum menimbulkan malapetaka dalam masyarakat.
Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan
Undang-undang RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah penyakit
Menular. Dalam undang-undang ini dinyatakan yang dimaksud
dengan wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit
menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata
melebihi dari pada keadaan lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka.Aspek hukum dalam penanggulangan penyakit ini yang perlu
diketahui kalangan kedokteranikesehatan adalah tentang kewajiban orang-orang
yang mempunyai tanggung jawab dalam lingkungannya melaporkan kepada Kepala Desa
atau Lurah dan/atau Kepala Unit Kesehatan terdekat dalam waktu secepatnya.
Dalam penjelasan undang-undang ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang di sini, bukan dalam pengertian setiap orang tetapi dalam pengertian terbatas seperti kepala keluarga, ketua rukun tetangga, kepala sekolah, kepala asrama, direktur perusahaan dan lain-lain. Walaupun tidak tertulis kewajiban para tenaga kesehatan, namun menurut penulis, para dokter dan petugas kesehatan juga termasuk orang-orang yang wajib lapor. Hal ini disebut dengan tegas pada lanjutan ketentuan ini yaitu Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah, Tatacara Penyampaian Laporannya dan Tata Cara Penanggulangan seperlunya, bahwa yang diharuskan menyampaikan laporan kewaspadaan termasuk: dokter, petugas kesehatan yang memeriksa penderita, dokter hewan yang memeriksa hewan tersangka penderita.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan ini disebutkan penyakit yang dapat menimbulkan penyakit wabah adalah: Kolera, Pes, Demam kuning, Deman bolak balik, Tifus Bercak Wabah, Deman Berdarah Dengue, Campak, Polio, Difteri, Pertusis, Rabies, Malaria, Influenza, Hepatitis, Tifus perut, Meningitis, Ensefalitis dan Antrax.
Dalam penjelasan undang-undang ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang di sini, bukan dalam pengertian setiap orang tetapi dalam pengertian terbatas seperti kepala keluarga, ketua rukun tetangga, kepala sekolah, kepala asrama, direktur perusahaan dan lain-lain. Walaupun tidak tertulis kewajiban para tenaga kesehatan, namun menurut penulis, para dokter dan petugas kesehatan juga termasuk orang-orang yang wajib lapor. Hal ini disebut dengan tegas pada lanjutan ketentuan ini yaitu Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah, Tatacara Penyampaian Laporannya dan Tata Cara Penanggulangan seperlunya, bahwa yang diharuskan menyampaikan laporan kewaspadaan termasuk: dokter, petugas kesehatan yang memeriksa penderita, dokter hewan yang memeriksa hewan tersangka penderita.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan ini disebutkan penyakit yang dapat menimbulkan penyakit wabah adalah: Kolera, Pes, Demam kuning, Deman bolak balik, Tifus Bercak Wabah, Deman Berdarah Dengue, Campak, Polio, Difteri, Pertusis, Rabies, Malaria, Influenza, Hepatitis, Tifus perut, Meningitis, Ensefalitis dan Antrax.
BAB
III
PENUTUP
2.2
Kesimpulan
Tuberkulosis
adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberkulosis dan bersifat menular (Christian,
2009; Storla, 2009). Strategi
nasional program pengendalian TB yaitu dengan memberdayakan masyarakat dan
pasien TB. Peran imunisasi dalam penyakit Tuberkulosis sangat
diperlukan. Imunisasi BCG
termasuk salah satu dari 5 imunisasi yang diwajibkan.Ketahanan terhadap
penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercel bacili
yang hidup di dalam darah.
Rabies adalah penyakit zoonosis dimana manusia terinfeksi
melalui jilatan atau gigitan hewan yang terjangkit rabies seperti anjing,
kucing, kera, musang, serigala, raccoon , kelelawar. Gambaran program penyakit
Rabies diindonesia yaitu dengan Penurunan
jumlah kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) dan kematian (lyssa) melalui
penanganan kasusGHPR dengan cara pembentukan Rabies Center. Peran
imunisasi rabies sangat penting karena Hanya ada satu-satunyacara
untuk mencegah penyakit rabies, yaitu dengan vaksinasi rabies.Diare merupakan kondisi yang ditandai
dengan encernya tinja yang dikeluarkan dengan frekuensi buang air besar (BAB)
yang lebih sering dibandingkan dengan biasanya
3.2 Saran
Diharapkan
pemerintah dan setiap dinas kesehatan untuk tetep memperhatikan setiap keadaan
masyarakat khususnya kesehatan setiap masyarakat terlebih mengurangi angka
kesakitan akibat penyakit menular diharapkan pemerintah tetep menjalakan setiap
program demi memutuskan dan membasmi setiap penayakit menular yang ada pada
masarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar